BAB I
PENDAHULUAN
Berkomunikasi
merupakan keharusan bagi manusia, karena dengan komunikasi kebutuhan manusia
akan terpenuhi. Menurut Johnson (1981) dalam (Supratiknya, 2003 : 9)
mengemukakan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antar pribadi
dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia yaitu: Komunikasi antar
pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita, Identitas atau jati
diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain, Dalam rangka
memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan
pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu
membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain dan realitas yang
sama, Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas
Komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orangorang yang
merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup kita.
Diawali
dengan komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi, lingkaran komunikasi
itu menjadi semakin luas dengan bertambahnya usia individu. Seiring dengan
proses tersebut,perkembangan intelektual dan sosial individu sangat ditentukan
oleh kualitas komunikasi dengan orang lain tersebut. Secara sadar maupun tidak
sadar individu memperhatikan dan mengingat-ingat semua tanggapan dari orang
lain terhadap diri individu. Dengan komunikasi dengan orang lain individu dapat
menemukan diri yang sebenarnya. Komunikasi antarpribadi mengembangkan individu
dari dimensi kesosialan. Bersosialisasi dengan orang lain secara tidak langsung
menunjukkan kekhasan diri sendiri, sehingga lebih mudah menemukan jatidiri.
Kondisi mental yang sehat dan tidak sehat ternyata dipengaruhi juga oleh
kualitas komunikasi antarpribadi dengan orang lain. Oleh sebab itu komunikasi
antarpribadi sangat penting bagi kehidupan individu yang hidup di tengah-tengah
lingkungan sosial.
Disadari
ataupun tidak, setiap hari kita melakukan, paling tidak, satu dari keempat hal
tersebut diatas dengan lingkungan kita. Seperti juga pernafasan, komunikasi
sering dianggap sebagai suatu kejadian otomatis dan terjadi begitu saja,
sehingga seringkali kita tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya secara
efektif. Aktivitas komunikasi adalah aktivitas rutin serta otomatis dilakukan,
sehingga kita tidak pernah mempelajarinya secara khusus, seperti bagaimana
menulis ataupun membaca secara cepat dan efektif ataupun berbicara secara
efektif serta menjadi pendengar yang baik.
Menurut
Stephen Covey, komunikasi merupakan keterampilan yang penting dalam hidup
manusia. Unsur yang paling penting dalam berkomunikasi adalah bukan sekedar apa
yang kita tulis atau yang kita katakan, tetapi karakter kita dan bagaimana kita
menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Penerima pesan tidak hanya sekedar mendengar
kalimat yang disampaikan tetapi juga membaca dan menilai sikap kita. Jadi
syarat utama dalam komunikasi yang efektif adalah karakter kokoh yang dibangun
dari fondasi etika serta integritas pribadi yang kuat. Tidak peduli seberapa
berbakatnya seseorang, betapapun unggulnya sebuah tim atau seberapapun kuatnya
kasus hukum, keberhasilan tidak akan diperoleh tanpa penguasaan keterampilan
komunikasi yang efektif. Keterampilan melakukan komunikasi yang efektif akan
berperan besar dalam mendukung pencapaian tujuan dari seluruh aktivitas. Untuk
dapat melakukan komunikasi yang efektif, maka kemampuan untuk mengirimkan pesan
atau informasi yang baik, kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik, serta
keterampilan menggunakan berbagai media atau alat audio visual merupakan bagian
yang sangat penting. Oleh karena itu, keampuhan dalam mengubah sikap,
kepercayaan, opini dan perilaku komunikan maka penyampaian pesan sering
dipergunakan umtuk melancarkan sering dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya peresepsi dan kebutuhan masing individu.
BAB II
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN KEBUTUHAN DALAM
PENYAMPAIAN PESAN
1.
Teori
kebutuhan
Salah
sastu bagian dalam lapangan komunikasi yang dikenal sebagai relational
communication sangat dipengaruhi oleh teori sistem. Inti dari kerja ini adalah
asumsi bahwa fungsi komunikasi interpersonal untuk membuat, membina, dan
mengubah hubungan dan bahwa hubungan pada gilirannya akan mempengaruhi sifat
komunikasi interpersonal.
Poin
ini berdasar pada gagasan bahwa komunikasi sebagai interaksi yang menciptakan
struktur hubungan. Dlaam keluarga misalnya, anggota individu secara sendirian
tidak membentuk sebuah sistem, tetapi ketika berinteraksi antara satu dengan
anggota lainnya, pola yang dihasilkan memberi bentuk pada keluarga. Gagasan
sistem yang penting ini secara luas diadopsi dalam lapangan komunikasi. Proses
dan bentuk merupakan dua sisi mata uang; saling menentukan satu sama lain.
Seorang
Antropolog Gregory Bateson adalah pendiri garis teori ini yang selanjutnya
dikenal dengan komunikasi relasional. Kerjanya mengarah pada pengembangan dua
proposisi mendasar pada mana kebanyakan teori relasional masih bersandar.
Pertama yaitu sifat mendua dari pesan: setiap pertukaran interpersonal membawa
dua pesan, pesan “report” dan pesan “command”. Report message mengandung
substansi atau isi komunikasi, sedangkan command message membuat pernyataan
mengenai hubungan. Dua elemen ini selanjutnya dikenal sebagai “isi pesan” dan
“pesan hubungan”, atau “komunikasi” dan “metakomunikasi”.
Pesan
report menetapkan mengenai apa yang dikatakan, dan pesan command menunjukkan
hubungan diantara komunikator. Isi pesan sederhana seperti “I love you” dapat
dibawakan dalam berbagai cara, dimana masing-masing mengatakan sesuatu secara
berbeda mengenai hubungan. Frasa ini dapat dikatakan dalam cara yang bersifat
dominasi, submissive, pleading (memohon), meragukan, atau mempercayakan. Isi
pesannya sama, tetapi pesan hubungan dapat berbeda pada tiap kasus.
Proposisi
kedua Bateson yaitu bahwa hubungan dapat dikarakterisasi dengan komplementer
atau simetris. Dalam hubungan yang komplementer, sebuah bentuk perilaku diikuti
oleh lawannya. Contoh, perilaku dominan seorang partisipan memperoleh perilaku
submissive dari partisipan lain. Dalam symmetry, tindakan seseorang diikuti
oleh jenis yang sama. Dominasi ketemu dengan sifat dominan, atau submissif
ketemu dengan submissif.
Disini
kita mulai melihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur dalam
sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang
mereka miliki. Sistem yang mengandung serangkaian pesan submissif akan sangat
berbeda dengan yang mengandung rangkaian pesan yang besifat dominasi. Dan
struktur pesan yang mencampur keduanya adalah berbeda pula.
2.
Persepsi
Persepsi
adalah suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan
panca indera (Drever dalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat
tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir
dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri
individu. Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai aktivitas yang
memungkinkan manusia mengendalikan rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya
melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu
mengenali milleu (lingkungan pergaulan) hidupnya.
Persepsi dalam pengertian
psikologi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk
memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan. Sebaliknya alat untuk
memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Dalam hal persepsi mengenai orang
itu atau orang-orang lain dan untuk memahami orang dan orang-orang lain, persepsi
itu dinamakan persepsi sosial dan kognisinya pun dinamakan kognisi sosial.
Persepsi sosial menurut
David O Sears adalah bagaimana kita membuat kesan pertama, prasangka apa yang
mempengaruhi mereka, jenis informasi apa yang kita pakai untuk sampai pada kesan
tersebut, dan bagaimana akuratnya kesan itu (David O Sears, et. al, 1994).
Menurut Istiqomah, Persepsi sosial mengandung
unsur subyektif. Persepsi seseorang bisa keliru atau berbeda dari persepsi orang lain. Kekeliruan atau perbedaan persepsi ini
dapat membawa macam-macam akibat dalam hubungan antar manusia.
Proses
persepsi terdiri dari tiga tahap yaitu
1.
pengideraan
2.
pengorganisiran
berdasarkan prinsip- prinsip tertentu.
3.
stimulasi
pada penginderaan diinterpretasikan dan dievaluasi.
Mar’at
(1981) mengatakan bahwa persepsi adalah suatu proses pengamatan seseorang yang
berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi
baru dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai
proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang
kemudian ditafsirkan. Mar’at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di
pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan
terhadap objek psikologis
Rahmat
(dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh
faktor fungsional dan struktural.
o faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal
antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis
kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif.
o Faktor struktural atau faktor dari luar individu
antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai-nilai
dalam masyarakat.
Persepsi
interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal,
tetapi juga pada hubungan interpersonal. Karena itu,keceramatan persepsi
interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi
interpersonal kita. Beberapa cirri-ciri khusus penanggap yang ceramat adalah :
1.
Pengalaman
Pengalaman
mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar
formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah
kita hadapi. Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera melihat hal yang tidak
beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih
berpengalaman mempersepsi anaknya daripada bapak. Ini juga sebabnya mengapa
kita lebih sukar berdusta di depan orang yang paling dekat dengan kita.
2.
Motivasi
Proses
konstruktif yang banyak mewarnai persepsi interpersonal juga sangat banyak
melibatkan unsur-unsur motivasi.
3.
Kepribadian
Dalam
psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu cara
pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif
secara tidak sadar. Orang melempar perasaan bersalahnya pada orang lain. Maling
teriak maling adalah contoh tipikal dari proyeksi. Pada persepsi interpersonal,
orang mengenakan pada orang lain sifat-sifat yang ada pada dirinya, yang tidak
disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak melakukan proyeksi akan tidak
cermat menanggapi persona stimuli, bahkan mengaburkan gambaran sebenarnya.
Sebaliknya, orang yang menerima dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani
perasaan bersalah, cenderung menafsirkan orang lain lebih cermat. Begitu pula
orang yang tenang, mudah bergaul dan ramah cenderung memberikan penilaian
posoitif pada orang lain. Ini disebut leniency effect (Basson
dan Maslow, 1957).
Bila
petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal membantu kita melakukan persepsi yang
cermat, beberapa factor personal ternyata mempersulitnya. Persepsi
interpersonal menjadi lebih sulit lagi, karena persona stimuli bukanlah benda
mati yang tidak sadar. Menusia secara sadar berusaha menampilkan dirinya kepada
orang lain sebaik mungkin. Inilah yang disebut dengan Erving Goffman sebagai self-presentation (penyajian
diri).
b.
Proses Pembentukan Kesan
·
Stereotyping
Seorang guru ketika
menghadapi murid-muridnya yang bermacam-macam, ia akan mengelompokkan mereka
pada konsep-konsep tertentu; cerdas, bodoh, cantik, jelek, rajin, atau malas.
Penggunaan konsep ini menyederhanakan bergitu banyak stimuli yang diterimanya.
Tetapi, begitu anak-anak ini diberi kategori cerdas, persepsi guru terhadapnya
akan konsisten. Semua sifat anak cerdas akan dikenakan kepada mereka. Inilah
yang disebut stereotyping.
Stereotyping ini juga menjalaskan terjadinya primacy
effect dan halo effect yang sudah kita jelaskan dimuka. Primacy
effect secara sederhana menunjukkan bahwa kesan pertama amat
menentukan; karena kesan itulah yang menentukan kategori. Begitu pula, halo
effect. Persona stimuli yang sudah kita senangi telah mempunyai
kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu sudah disimpan semua
sifat yang baik.
·
Implicit
Personality Theory
Memberikan kategori
berarti membuat konsep. Konsep “makanan” mengelompokkan donat, pisang, nasi,
dan biscuit dalam kategori yang sama. Konsep “bersahabat” meliputi
konsep-konsep raman, suka menolong, toleran, tidak mencemooh dan sebagainya.
Disini kita mempunya asumsi bahwa orang ramah pasti suka menolong, toleran, dan
tidak akan mencemooh kita. Setiap orang mempunyai konsepsi tersendiri tentang
sifat-sifat apa yang berkaitan dengan sifat-sifat apa. Konsepsi ini merupakan
teori yang dipergunakan orang ketika membuat kesan tentang orang lain. Teori
ini tidak pernah dinyatakan, kerena itu disebut implicit personality
theory. Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua psikolog, amatir, lengkap
dengan berbagi teori kepribadian. Suatu hari anda menemukan pembantu anda
sedang bersembahyang, anda menduga ia pasti jujur, saleh, bermoral tinggi.
Teori anda belum tentu benar, sebab ada pengunjung masjid atau gereja yang
tidak saleh dan tidak bermoral.
·
Atibusi
Atribusi adalah
proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat
pada perilakunya yang tampak (Baron dan Byrne, 1979:56). Atribusi boleh juga
ditujukan pada diri sendiri (self attribution), tetapi di sini kita hanya
membicarakan atribusi pada orang lain. Atribusi merupakan masalah yang cukup
poupuler pada dasawarsa terakhir di kalangan psikologi sosial, dan agak
menggeser fokus pembentukan dan perubahan sikap. Secar garis besar ada dua
macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran.
Fritz Heider (1958)
adalah yang pertama menelaah atribusi kausalitas. Menurut Heider, bila kita
mengamati perilaku sosial, pertama-tama kita menentukan dahulu apa yang
menyebabkannya; factor situasional atau personal; dalam teori atribusi lazim
disebut kausalitas eksternal dan kausalitas internal (Jones dan Nisbett, 1972).
Sekarang bagaimana
kita dapat menyimpulkan bahwa persona stimuli jujur atau munafik (atribusi
kejujuran-attribution of honesty)? Menurut Robert A. Baron dan Donn
Byrne (1979:70-71), kita akan memperhatikan dua hal: (1) sejauh mana pernyataan
orang itu menyimpang dari pendapat yang popular dan diterima orang, (2) sejauh
mana orang itu memperoleh keuntungan dari kita dengan pernyataan itu.
c.
Pengaruh Persepsi Interpersonal Pada Komunikasi
Interpersonal
Perilaku
kita dalam komunikasi interpersonal amat bergantung pada persepsi
interpersonal. Karena perspsi yang keliru, seringkali terjadi kegagalan dalam
komunikasi. Kegagalan komunikasi dapat diperbaiki bila orang menyadari bahwa
persepsinya mungkin salah. Komunikasi interpersonal kita akan menjadi lebih
baik bila kita mengetahui bahwa persepsi kita bersifat subjektif dan cenderung
keliru. Kita jarang meneliti kembali persepsi kita. Akibat lain dari persepsi
kita yang tidak cermat ialah mendistorsi pesan yang tidak sesuai dengan
persepsi kita. Persepsi kita tentang orang lain cenderung stabil, sedangkan
persepsi stimuli adalah manusia yang selalu berubah. Adanya kesenjangan antara
persepsi dengan realitas sebenarnya mengakibatkan bukan saja perhatian
selektif, tetapi juga penafsiran pesan yang keliru.
Dalam
komuniaksi interpersonal terdiri dari berbagai macam teori salah satunya adalah
teori fungsional. Kata fungsional disini hakekatnya ini bukanlah sebuah teori,
melainkan suatu perspektif yang dapat digunakan sebagai pijakan teori. Beberapa
teori komunikasi menggunakan perspektif fungsional, yaitu.
4.
Hubungan Antara Persepsi dan
Kebutuhan Dalam Penyampaian Pesan
Persepsi kita seringkali tidak
cermat. Salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan kita. Kita
mempersepsikan sesuatu atau seseorang sesuai dengan pengharapan kita. Beberpa
bentuk dan kegagalan persepsi adalah sebagai berikut :
§ Kesalahan atribusi : atribusi adalah proses internal
dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain.
§ Efek halo : merujuk pada fakta bahwa begitu kita
membentuk kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini
cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat- sifatnya
yang spesifik.
§ Stereotip : adalah mengeneralisasikan orang – orang
berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan
keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
§ Prasangka : suatu kekeliruan persepsi terhadap orang
yang berbeda. Istilah ini berasal dari bahasa latin ( praejudicium ),
yang berarti preseden atau penilaian berdasarkan pengalaman terdahulu.
§ Gegar budaya : suatu bentuk ketidak mampuan
menyesuaikan diri, yang merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang –orang baru.
Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor
personal dan faktor situasional. David Krech dan Richard S. Crutchfield,
menyebutnya : faktor fungsional dan faktor structural dari
faktor-faktor internal dalam diri kita. Inilah beberapa contoh faktor yang
mempengaruhi perhatian kita.
a.
Faktor-faktor
Biologis. Dalam keadaan lapar, seluruh pikiran di dominasi
oleh makanan. Karena itu, bagi orang lapar, yang paling menarik perhatiannya
adalah makanan. Yang kenyang akan menaruh perhatian pada hal-hal yang lain.
Anak muda yang baru saja menonton film porno, akan cepat melihat stimuli
seksual di sekitarnya.
b.
Faktor-faktor
Sosiopsikologis. Berikan sebuah foto yang
menggambarkan kerumunan orang banyak di sebuah jalan sempit. Tanyakan apa yang
mereka lihat. Setiap orang akan melaporkan hal yang berbeda. Tetapi seorang pun
tidak akan dapat melaporkan berapa orang terdapat pada gambar itu, kecuali
kalau sebelum melihat foto mereka memperoleh pertanyaan itu. Bila kita ditugaskan
untuk meneliti berapa orang mahasiswa berada di kelas, kita tidak akan dapat
menjawab berapa orang di antara mereka yang berbaju merah.
Motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan,
mempengaruhi apa yang kita perhatikan. Dalam perjalanan naik gunung, geolog
akan memperhatikan batuan; ahli botani pada bunga-bungaan, ahli zoologi pada
binatang, seniman pada warna dan bentuk; orang yang bercinta. Menurut sebuah
anekdot, bila Anda ingin rnengetahui dari suku mana kawan Anda berasal, bawalah
mereka berjalan-jalan. Tanyakan berapa perempatan yang telah dilewati. Yang
dapat menjawab pertanyaan ini pastilah orang Padang (umumnya mereka pedagang
kakilima). Tanyakan berapa pagar tanaman hidup yang telah dilihatnya. Yang
dapat menjawab pasti orang Sunda (karena mereka menyenangi sayur-sayuran)
Tanyakan berapa kuburan keramat yang ada. Hanya orang Jawa yang bisa menjawab
(Mengapa?). Tentu saja, anekdot bukanlah proposisi ilmiah. Tetapi anekdot ini
menggambarkan bagaimana latar belakang kebudayaan, pengalaman, dan pendidikan
menentukan apa yang kita perhatikan. Kenneth E. Andersen menyimpulkan teori
tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi.
1)
Perhatian itu
merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasi dan refleksif. Kita secara
sengaja mencari stimuli tertentu dan mengarahkan perhatian kepadanya.
Sekali-sekali, kita mengalihkan perhatian dari stimuli yang satu dan
memindahkannya pada stimuli yan lain.
2)
Kita cenderung
memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri
kita.
3)
Kita menaruh
perhatian kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikap, nilai,
kebiasaan, dan kepentingan kita. Kita cenderung memperkokoh kepercayaan, sikap,
nilai, dan kepentingan yang ada dalam mengarahkan perhatian kita, baik sebagai
komunikator atau komunikate.
4)
Kebiasaan sangat
penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang
secara potensial akan menarik perhatian kita. Kita cenderung berinteraksi
dengan kawan-kawan tertentu, membaca majalah tertentu, dan menonton acara TV
tertentu. Hal-hal seperti ini akan menentukan rentangan hal-hal yang
memungkinkan kita untuk menaruh perhatian.
5)
Dalam situasi
tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari
terpaan stimuli tertentu yang ingin kita abaikan. Walaupun perhatian kepada
stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran
kita, tidaklah berarti bahwa persepsi kita akan betul-betui cermat.
Kadang-kadang konsentrasi yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.
6)
Perhatian tergantung
kepada kesiapan mental kita; kita cenderung mempersepsi apa yang memang ingin
kita persepsi. Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian
dan persepsi. Tidak jarang efek motivasi ini menimbulkan distraksi atau
distorsi (meloloskan apa yang patut diperhatikan, atau melihat apa yang
sebenarnya tidak ada). Intensitas perhatian tidak konstan.
7)
Dalam hat stimuli
yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan. Kita mungkin memfokuskan
perhalian kepada objek sebagai keseluruhan, kemudian pada aspek-aspek objek
itu, dan kembali lagi kepada objek secara keseluruhan.
8)
Usaha untuk
mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering
menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimuli mungkin akan
berhenti.
9)
Kita mampu menaruh
perhatian pada berbagai stimuli secara serentak. Makin besar keragaman stimuli
yang mendapat perhatian, makin kurang tajam persepsi kita pada stimuli
tertentu.
10)
Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan mempertahankan
perhatian.
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman
masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai
faktor-faklor personal. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan
stimuli ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Sering terjadi
hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab
dan akibat. Bila setelah terjadi kematian seorang tokoh, turun hujan lebat,
kita cenderung menganggap hujan lebat diakibatkan oleh matinya sang tokoh. Bila
pada saat terjadi kesulitan ekonomi anda memegang pemerintahan, orang akan
mengaitkan kegagalan ekonomi itu pada kebijaksanaan Anda. Bila setelah saya
menjadi pimpinan bantuan datang, orang akan menghubungkan bantuan itu pada
pengangkatan saya menjadi pimpinan.
Penyampaian
pesan dari sesorang sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental
sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat
menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang
kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling
lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga
kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi
tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda
dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun
lewat teknologi tercanggih.
Dibandingkan
dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi interpersonal dinilai paling ampuh
dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan.
Alasannya yaitu komunikasi interpersoanal umumnya berlangsung secar tatap muka
(face to face). Komunikator dan
komunikan saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal contact) yang menimbulkan
keterbukaan antara komunikan dan komunikator. Ketika komunikator menyampaikan
pesan kepada komunikan, umpan balik akan terjadi secara seketika (immediate feedback). Komunikator akan
mengetahui pesan tersampaikan secara baik atau tidak ketika melihat tanggapan
komunikan terhadap pesan yang disampaikan melalui ekspresi wajah dan gaya
bahasa.. apabila umpan baliknya positif artinya tanggapan dari komunikan
tersebut menyenangkan untuk komunikator dan komunikator akan mempertahankan
gaya komunikasi yang sudah terbangun, sebaliknya jika tangggapan negatif dari
komunikan maka komunikator harus merubah gaya komunikasi agar kedepannya dapat
berkomunikasi yang jauh lebih baik.
Oleh
karena itu, keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan maka bentuk komunikasi interpersonal sering dipergunakan umtuk melancarkan
komunikasi persuasif (persuasive
communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi
yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. Tetapi
komunikasi persuasif interpersonal hanya digunakan pada komunikan yang
potensial, dalam artian tokoh yang mempunyai jajaran dengan pengikutnyaatau
anak buahnya dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga apabila tokoh tersebut berhasil
diubah sikapnya atau idiologinya maka seluruh jajarannya akan mengikutinya.
Menurut
eksperimen Solomon E. Asch, bahwa kata yang disebutkan pertama akan mengarahkan
penilaian selanjutnya. Pengaruh kata pertama ini kemudian terkenal sebagai primacy effect. Menurut teori Asch, ada kata-kata
tertentu yang mengarahkan seluruh penilaian kita tentang orang lain. Jika kata
tersebut berada ditengah rangkaian kata maka disebut central organizing trait.
Walaupun
teori Asch ini menarik untuk melukiskan bagaiana cara orang menyampaikan berita
tentang orang lain mempengaruhi persepsi kita tentang orang itu, dalam
kenyataan kita jarang melakukannya. Jarang kita melukiskan orang dengan
menyebut rangkaian kata sifat. Kita biasanya mulai pada central trait,menjelaskan sifat
itu secara terperinci, baru melanjutkan pada sifat-sifat yang lain.
Edward
T. Hall, juga menyimpulkan keakraban seorang dengan orang lain dari jarak
mereka, seperti yang kita amati. Kedua, erat kaitannya dengan yang
pertama, kira menangapi sifat orang lain dari cara orang itu membuat jarak
dengan kita. Ketiga,caranya
orang mengatur ruang mempengaruhi persepsi kita tentang orang itu.
Festinger
mengajarkan bahwa dua elemen kognitif termasuk sikap, persepsi, pengetahuan,
dan perilaku. Tahap pertama yaitu posisi nol, atau irrelevant, kedua yaitu
konsisten, atau consonant dan ketiga yaitu inkonsisten, atau dissonant.
Dissonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti yang lain.
Jika kita pikir merokok itu berbahaya bagi kes ehatan, mereka tidak berharap
kita merokok. Apa yang konsonan dan dissonan bagi seseorang tidak bisa berlaku
b agi orang lain. Jadi kita harus selalu menanyakan apa yang konsisten dan yang
tidak konsisten dalam sistem psik ologis orang itu sendiri.
Dua
premis yang menolak aturan teori dissonansi. Pertama yaitu bahwa dissonansi
menghasilkan ketegangan atau penekan an yang menekan individu agar berubah
sehingga dissonansi terkurangi. Kedua, ketika dissonansi hadir, indivi du tidak
hanya berusaha menguranginya, melainkan juga akan menghindari situasi dimana
dissonansi tambahan bisa dihasilkan. Semakin besar dissonansi, semakin besar
kebutuhan untuk menguranginya. Contoh, semakin perokok tidak konsisten dengan
pengetahuannay mengenai efek negatif merokok, semakin besar dorongan untuk
berhenti merokok. Dissonansi itu sendiri merupakan hasil dari dua variabel
lain, kepentingan elemen kognitif dan sejumlah elemen yang terlibat dalam
hubungan yang dissonan. Dengan kata lain, jika kita mempunyai beberapa hal yang
tidak konsisten dan jika itu penting untuk kita, kita akan mengalami dissonansi
yang lebih besar. Jika kesehatan tidak penting, pengetahuan bahwa merokok itu
buruk bagi kesehatan kemungkinan tidak mempengaruhi perilaku perokok secara
aktual.
Sikap,
Kepercayaan, dan Nilai. Salah satu teori yang paling komprehensif mengenai
sikap dan perubahannya yaitu milik Milton Rokeach. Dia mengembangkan penjelasan
yang meluas mengenai perilaku manusia berdasarkan kepercayaan, sikap dan nilai.
Rokeach percaya bahwa setiap orang mempunyai sistem yang tersusun dengan baik
atas kepercayaan, sikap dan nilai, yang menuntun perilaku. Belief adalah
ratusan atau ribuan pernyataan yang kita buat mengenai diri dan dunia.
Kepercayaan dapat bersifat umum ataupun khusus, dan itu disusun dalam sistem
dalam hal sentralitas atau pentingnya terhadap ego. Pada pusat sistem
kepercayaan yang dibangun dengan baik itu, kepercayaan yang secara relatif
tidak dapat berubah yang membentuk inti sistem kepercayaan. Pada pinggiran
sistem terbentang sejumlah kepercayaan yang tidak signifikan yang dapat mudah
berubah. Percaya bahwa orang tua kita bahagia dalam perkawinan kemungkinan
cukup penting, karena dampaknya yaitu banyak hal lain yang kita anggap benar.
Persepsi
adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh
pengetahuan baru. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Ketika anda
melihat mubaligh kondang, Zinuddin MZ datang dengan mengendarai mobil mewah,
kemudian anda mendengar pidatonya yang menarik, maka sensasi melalui
penglihatan dan pendengaran anda itu berubah menjadi informasi bahwa mubaligh
ibukota itu hebat dan anda mempersepsi Zainuddin MZ sebagai “hebat”.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, antara lain:
a. Faktor
Perhatian
Perhatian
adalah proses mental dimana kesadaran melalui stimuli lebih menonjol, dan pada
saat yang sama terhadap stimuli yang lain melemah. Penarik perhatian, bisa
datang dari luar (eksternal), bisa juga dari dalam diri yang bersangkutan
(internal). Faktor luar yang secara psikologis menarik perhatian biasanya
disebabkan karena hal itu mempunyai sifat-sifat yang menonjol disbanding
stimuli yang lain, misalnya karena adanya unsur gerakan, unsur kontras kebaruan
atau perulangan. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi perhatian, terdiri
dari faktor biologis dan sosiopsikologis.
b. Faktor
Fungsional
Faktor
fungsional yang mempengaruhi persepsi antara lain faktor kebutuhan, kesiapan
mental, suasana emosional dan latar belakang budaya.
c. Faktor
Struktural
Menurut
teori Gestalt bila seseorang mempersepsi maka ia mempersepsinya sebagai suatu
keseluruhan, bukan hanya bagian-bagian misalnya ketika melihat wajah cantik
seorang wanita, maka yang dipersepsi bukan hanya wajahnya, tetapi keseluruhan
tubuh sang gadis itu, karena wajah hanya merupakan bagian saja dari struktur
tubuh. Struktur kedekatan dan kesamaan juga mempengaruhi persepsi. Orang yang
dekat dengan kyai biasanya dipersepsi sebagai orang yang baik dan orang yang
dekat dengan bapak presiden biasanya dipersepsi sebagai orang penting.
Demikianlah, stimuli yang ditangkap indera dipersepsi menjadi informasi,
kemudian disimpan didalam memori.
BAB
III
PENUTUP
Manusia pada hakikatnya saling
membutuhkan satu sama lain dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.
Dari hubungan tersebut tercipta suatu kehidupan sosial dengan aspek yang
berperan didalamnya. Setiap aspek yang terbentuk akan membutuhkan proses yang dinamakan
proses social, salah satu bentuk umum proses social adalah interaksi yang
terjadisetiap hari antar individu. Interaksi yang telah terbentuk akan menjadi
suatu yang vital dan menjadi sebuah kebutuhan dalam masyarakat luas. Selain itu
kaitan interaksi ini dengan seorang individu adalah memberikan sebuah nilai
pengalaman ataupun pesan hidup yang didapatkan dari komunikasi (interaksi
secara terus-menerus). Kemudian akan terbentuk sebuah persepsi tentang apa yang
harus dilakukan dalam bermasyarakat.
Tahap terakhir komunikasi sosial
adalah umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang
telah disampaikannya kepada penerima. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan
landasan untuk mengevaluasi efektivvitas sehingga komunikasi bisa berfungsi
sebagai pertukaran makna, maksudnya tidak menghilangkan nilai budaya yang telah
ada namun melengkapi nilai budaya dengan sesuatu yang sesuai dan dinamis.
Joseph
A. Devito dalam bukunya “ The Interpersonal Communicationtau Book”.( devito.
1889:4 ) sebagai: “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua
orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan
beberapa umpan balik secara seketika”( the
process of sending and receiving messages betwen two persons, or among a small
group of person, with some effect and some immediate feedback). Jadi,
Komunikasi merupakan proses pemindahan informasi dan pengertian antara dua
orang atau lebih, dimana masing-masing berusaha untuk memberikan arti pada
pesan-pesan simbolik yang dikirim melalui suatu media yang menimbulkan umpan
balik.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Mubarok,
Psikologi Dakwah, Malang: Madani
Perss, 2014
Ardianto, Elvinaro, dkk, 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar,
Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Armawati Arbi,
Psikologi Komunikasi dan Tabligh,
Jakarta :AMZAH, 2012
Effendy, Onong, Uchjana, 2004. Dinamika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Effendy, Onong, Uchjana,
2003. Komunikasi Teori dan Praktek,
Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat
Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Faizah dan lalu
Muchsin effendi, Psikologi Dakwah,
Jakarta: Kencana, 2009
Garry
Groth-Marnat. 2010. Handbook
Psychological Assessment. Edisi Kelima, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Mcleod. 2008. Pengantar Konseling Teori dan Studi
Kasus. Jakarta : University Press
Muhammad, Arni. 1995. Komunikasi Organisasi. jakarta
: Bumi Aksara
Munandar,
Sunyoto. 2001. Psikologi Industri dan
Organisasi. Jakarta : UI Press
Murtiadi, Dwi
Prasetia Danarjati, S.Psi, 2013, Pengantar Psikologi Umum, Graha
Ilmu
Mulyana, Deddy, 2002. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jallaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
Setyobroto,
Sudibyo, 2004. Psikologi Suatu Pengantar,
edisi ke-dua, Jakarta : Percetakan Solo.
Suprapto, Tommy, 2006. Pengantar Teori Komunikasi, Yogyakarta : Media Pressindo.
Taufik, M.Si , 2012, Empati Pendekatan Psikologi Sosial, RajaGrafindo Persada

0 komentar:
Post a Comment