KAJIAN FILSAFAT KOMUNIKASI LENGKAP


FILSAFAT KOMUNIKASI

Kajian Filsafat komunikasi
A. Hakikat Filsafat Komuniaksi
Menurut Prof. Onong Uchajana Effendi ( 2003: 321), filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman (vestehen,Germany) secara lebih mendalam, fundamental, metologis, sitematis, analitis, kritis, dan komprehensif teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan metode-metodenya.
Bidang komunikasi, meliputi komuniaksi sosial, organisasional, bosnis politik, internasional, komunikasi antar budaya, pembangunan, tradisional, dan lain-lain.
Sifat komunikasi, meliputi komunikasi verbal dan nonverbal. Tatanan komunikasi, meliputi intrapribadi, antarpribadi, kelompok, massa, dan media.
Tujuan komunikasi bisa terdiri dari soal mengubah sikap, opini, perilaku, masyarakat, dan lainnya. Sementara itu, fungsi komunikasi adalah menginformasikan, mendidik, dan mempengaruhi.
Teknik komunikasi terdiri dari komunikasi informatif, persuasif, pervasif, koersif, instruktif, dan hubungan manusiawi. Metode komunikasi, meliputi jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, propaganda, perang urat saraf, dan perpustakaan.
Sehingga dengan demikian bisa dikatakan bahwa filsafat komunikasi adalah ilmu yang mengkaji setiap aspek dari komunikasi dengan menggunakan pendekatan dan metode filsafat sehingga didapatkan penjelasan yang mendasar, utuh, dan sistematis seputar komunikasi.
Pemikiran filsafat komunikasi merupakan pemikirian yang menyatu dengan pemikiran teori komunikasi. Beberapa tokoh yang menjadi pemikir filsafat komunikasi adalah Richard L. Lanigan, Stephen Littlejohn, Whitney R. Mundt.

Pemikiran Richard L. Lanigan
Richard L. Lanigan secara khusus membahas analisis filosofis atau proses komunikasi. Dalam ilmu komunikasi biasanya meletakan beberapa titik refleksinya pada pertanyaan-pertanyaan,yaitu :
• Apa yang aku ketahui ? ( masalah ontologi atau metafisika )
• Bagaimana aku mengetahuinya ? ( masalah epistemologi )
• Apakah aku yakin ? ( masalah aksiologi )
• Apakah aku benar ? ( masalah logika )

Metafisika
Richard L. Lanigan menyatakan bahwa metafisika adalah studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realitas. Dalam metafisika, ada beberapa hal yang direfleksikan. Hal-hal itu adalah sifat manusia dan hubungannya dengan alam, sifat dan fakta kehidupan manusia, problema pilihan manusia, dan soal kebebasan pilihan tindakan manusia. Dalam hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan denagn hal-hal sebagai berikut :
·           Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta.
·           Sifat dan fakta bagi tujaan, perilaku, penyebab, dan aturan.
·           Problema pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku manusia.
Sedangkan mengenai objek metafisika ditegaskan oleh Aristoteles, yang menyatakan ada dua, yakni :
        Ada sebagai yang ada
Hal ini adalah yang ada itu sungguh-sungguh ada, ialah yang dapat dirasakan oleh pancaindera. Oleh karena itu, metafisika disebut juga ontologi.
        Ada sebagai yang ilahi
Hal ini adalah keberadaan yang mutlak, yang sama sekali tidak bergantung pada orang lain. ini berarti bahwa sesuatu yang ada adalah yang seumum-umumnya dan yang mutlak, yakni Tuhan. Jadi, bertolak belakang dari sesuatu yang pada dasarnya tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena Tuhan tidak dapat diketahui dengan menggunakan alat-alat inderawi.



Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods, and limits of human knowledge).
Epistemologi berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan lebih mendasar lagi berkaitan dengan kriteria penilaian atas kebenaran.
Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matangdan mapan, sistematik dan logis.
Pada dasarnya metode ilmiah dilandasi:
• Kerangka pemikiran yang logis.
• Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran.
• Vertifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya sacara faktual
Kerangka pemikiran yang logis mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat rasional. Hipotesis sebagai suatu deduksi dari suatu kerangka pemikiran merupakan dugaan sementara yang untuk membuktikannya diperlukan suatu pengujian, sedangkan vertifikasi berarti penilaian secara objektif terhadap suatu pernyataan yang hipotesis.
Laningan mengatakan bahwa, prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menuju konasi, epistemologi berpijak pada salah satu atau lebih teori kebenaran.

Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang ingin merefleksikan cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan diperoleh. Lanigan berpendapat bahwa aksiologi adalah studi etika dan estika.
Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, Lanigan mengatakan bahwa aksiologi, kategori keempat dari filsafat, merupakan studi etika dan estetika. Ini berarti, aksiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya.

Logika
Logika adalah cabang filsafat yang menelaah asas dan metode penalaran secara benar dalam hal ini cara berkomunikasi secara lebih baik dan benar
Logika berkaitan dengan telaah terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar (deals with study of principles and methods of correct reasoning).
Bahwa logika teramat penting dalam komunikasi, jelas karena suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang dikomunikasikan itu harus putusan sebagai hasil dari proses berpikir, dalam hal ini berpikir logis. 
Maka dapat dijelaskan bahwa pembentukan prespetif baru didasarkan pada empat elemen di bawah, yaitu:
• Epistemologi, merupakan proses untuk mendapatkan ilmu. Hal-hal apa yang harus diperhatikan untuk mendapatkan ilmu yang benar. Cara,teknik, dan sarana apa yang membantu dalam memperoleh ilmu.
• Ontologi, berkaitan dengan asumsi-asumsi mengenai objek atau realitas yang diteliti.
• Metodolagis, berkaitan dengan asumsi-asumsi mengenai bagaimana cara memperoleh pengetahuan mengenai suatu objek pemgetahuan.
• Aksiologis berkaitan dengan posisi value judgment, etika, dan pilihan moral peneliti dalam suatu penelitian. Kegunaan atau manfaat ilmu dalam kehidupan masyarakat.

Pemikiran Stephen W. Littlejohn
Penelaahan terhadap teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi tiga tahap dan empat tema :
A. Tahap Metatheoritical;
Meta mempunyai beberapa pengertian :
- Berubah dalam posisi (changed in position)
- Di seberang, di luar atau melebihi (beyond);
- Di luar pengertian dan pengalaman manusia (trancending);
- Lebih tinggi (higher)
Teori menurut Wibur Schramm adalah “suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi dapat dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai tingkah laku”.

B. Tahap Hipotetikal adalah tahap teori di mana tampak gambaran realitas dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan.

C. Tahap Deskriptif, tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan aktual mengenai kegiatan dan penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.

Empat Tema dimaksud adalah :
A. Tema Epistemology (pertanyaan mengenai pengetahuan) adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia.
LittleJOHN mengajukan pertanyaan : Dengan proses bagaimana timbulnya pengetahuan ? terdapat empat posisi :
     Mentalisme atau rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan timbul dari kekuatan pikiran manusia. Posisi ini menempatkan pada penalaran manusia.
     Empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. Melihat dunia apa yang sedang terjadi.
     Konstruksivisme yang menyatakan bahwa orang menciptakan pengetahuan agar berfungsi secara pragmatis dalam kehidupannya. Percaya bahwa fenomena di dunia dapat dikonsepsikan dengan berbagai cara, dimana pengetahuan berperan penting untuk merekayasa dunia.
     Konstruksivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Realitas dikonstruksikan secara sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya.

B. Tema Ontology (pertanyaan mengenai eksistensi);
Ontology adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being) atau sifat fenomena yang ingin kita ketahui, dalam sosiologi berkaitan dengan sifat interaksi sosial.
Dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologis, tetapi dapat dikelompokan menjadi dua posisi yang saling berlawanan :
1.      Teori Aksional (actional theory); Bahwa orang menciptakan makna, mereka mempunyai tujuan, mereka menentukan pilihan nyata. Berpijak pada landasan teleologis yang menyatakan bahwa orang mengambil keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan.\
2.      Teori Non-aksional (nonactional theory); Bahwa perilaku pada dasarnya ditentukan oleh dan responsive terhadap tekanan-tekanan yang lalu. Tradisi ini dalil-dalil tertutup biasanya dipandang tepat, interpretasi aktif seseorang dilihat dengan sebelah mata.
C. Tema Perspective (pertanyaan mengenai focus); 
Suatu teori terdapat pada fokusnya. Perspektif berkorelasi dengan epistemology dan ontology disebabkan bagaimana teoritisi memandang pengetahuan dan bagaimana pengaruhnya terhadap perspektif teori. Teori komunikasi menyajikan perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang. Suatu perspektif adalah sebuah titik pandang, suatu cara mengkonseptualisasikan sebuah bidang studi. Perspektif ini memandu seorang teoritikus dalam memilih apa yang akan dijadikan fokus dan apa yang akan ditinggalkan, bagaimana menerangkan prosesnya, dan bagaimana mengkonseptualisasikan apa yang diamati.
Empat jenis yang dinilainya memadai dalam pembahasan perspektif, yaitu :

1.      Perspektif Behavioristik (behavioristic perspective); Timbul dari psikologi mazhab perilaku atau behavioral, menekankan pada rangsangan dan tanggapan (stimulus dan response) yang cenderung menekankan pada cara bahwa orang dipengaruhi oleh pesan.
2.      Perspektif Transmisional (transmissional perspective); Memandang komunikasi sebagai pengiriman informasi dari sumber kepada penerima, menggunakan gerakan model linier dari suatu lokasi ke lokasi lain. Menekankan pada media komunikasi, waktu dan unsur-unsur konsekuensial.
3.      Perspektif Interaksional (interactional perspective); Mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi satu sama lain. Umpan balik dan efek bersama merupakan kunci konsep.
4.      Perspektif Transaksional (Transactional perspective); Menekankan kegiatan saling beri. Memandang komunikasi sesuatu di mana pesertanya terlibat secara aktif, menekankan konteks, proses dan fungsi. Komunikasi dipandang situasional dan sebagai proses dinamis yang memenuhi fungsi-fungsi individual dan social.

D. Tema Axiology (pertanyaan mengenai nilai).
Cabang Filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Bagi pakar komunikasi, ada tiga persoalan aksiologis :
1.      Apakah Teori Bebas Nilai ?  Ilmu klasik menganggap teori dan penelitian bebas nilai. Ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya memperoleh fakta sebagaimana tampak dalam dunia nyata. Jika ada pendirian ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, karena karya peneliti dipandu oleh suatu kepentingan dalam cara-cara tertentu dalam melaksanakan penyelidikan. Beberapa cendikiawan berpendapat bahwa teori tidak pernah bebas nilai dalam metode dan substansinya. Para ilmuwan memilih apa yang akan dipelajari, dan pemilihan itu dipengaruhi oleh nilai-nilai baik personal maupun institusional.
2.      Sejauh mana pengaruh praktek penyelidikan terhadap obyek yang dipelajari ? Titik pandang ilmiah menunjukan bahwa para ilmuwan melakukan pengamatan secara hati-hati, tetapi tanpa interferensi dengan tetap memelihara kemurnian pengamatan. Beberapa kritisi tetap berpendapat bahwa teori dan pengetahuan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia.
3.      Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial ?
Apakah para ilmuwan akan tetap objektif atau akan berupaya membantu perubahan sosial dengan cara-cara yang positif ? Peranan ilmuwan adalah menghasilkan ilmu, sarjana bertanggungjawab berkewajiban mengembangkan perubahan yang positif.

Jadi secara keseluruhan, persoalan aksiologis ini terdapat dua posisi umum, yaitu :
1.      Ilmu yang sadar nilai (value-conscious) mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori secara bersama berupaya untuk mengarahkan nilai-nilai kepada tujuan positif.
2.      Ilmu yang bernilai netral (value-neutral) percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, dan bahwa para cendikiawan mengontrol efek nilai-nilai.

Pemikiran Whitney R. Mundt
Whitney R. Mundt tidak menghitungkan filsafat komunikasi sebagai filsafat yang sebenarnya. Filsafat komunikasi menampilkan kekuatan media dan prinsip-fungsi media berikut hubungannya dengan negara. Mundt dalam filsafatnya menyatakan penjelasan keterpautan pemerintah dengan jurnalistik dimana keseimbangan kekuatan selalu bergeser (Onong: 2003).
Menurut Mundt, pers terbagi menjadi empat, yaitu :
        Teori authoritarian pers adalah pelayan negara. Peranannya tidak usah dipertanyakan, karena merupakan filsafat kekuasaan mutlak dari pemerintah suatu kerajaan. Perintisnya adalah Hobbes, Hegel dan Machiavelli. Negara-negara contohnya adalah Iran, Paraguay dan Nigeria.
        Teori libertarian, media tidak bisa tunduk kepada pemerintah, tetapi harus bebas otonom, bebas untuk menyatakan ideanya tanpa rasa takut diintervensi pemerintah. Perintisnya adalah Locke, Milton dan Adam Smith. Negara-negara contohnya adalah AS, Jepang dan Jerman Barat.
        Teori Social Responsibility, merupakan modifikasi atau perkembangan dari teori libertarian, tetapi berbeda dengan akarnya; fungsi pers adalah sebagai media untuk mendiskusikan konflik. Perbedaan lainnya ialah pers tanggungjawab sosial diawasi oleh opini komunitas, kegiatan konsumen dan etika profesional. Beberapa negara cenderung menganut teori ini, termasuk AS.
        Teori Soviet Communist dikatakan bahwa pers Uni Soviet melayani partai yang sedang berkuasa dan dimiliki oleh negara. Orang-orang soviet mengatakan bahwa persnya bebas untuk menyatakan kebenaran, sedangkan pers dengan apa yang dinamakan sistem liberal dikontrol oleh kepentingan bisnis.
Prespektif Ilmu Komunikasi
Prespektif dalam Ilmu Komunikasi terbagi empat prespektif, yaitu :
1.    Mekanistis
Mekanistis merupakan bidang Ilmu fisika, Model ini menggambarkan suatu proses yang dinamis. Pesan ditransmisikan melalui proses encoding dan decoding. Hubungan antara encoding dan decoding layaknya sumber (encoder) dengan penerima (decoder) yang mempengaruhi satu sama lain.
Pada tahap berikutnya, penerima (encoder) dan sumber (decoder), Interpreter berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan.
Model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sama (sederajat).
2.    Psikologi
Perspektif Psikologis tentang komunikasi manusia memfokuskan perhatiannya pada individu (si komunikator atau penafsir) baik secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi fokus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal penerimaan dan pengolahan informasi. Unsur-unsur perantara dari behaviorisme S-O-R dan psikologi kognitif, cenderung untuk mendominasi usaha penelitian para ilmuwan komunikasi yang mempergunakan perspektif psikologis.
Komponen-komponen Perspektif Psikologis. Orientasi Source-Response cukup menonjol dalam perspektif psikologis tentang komunikasi manusia. Perspektif ini menganggap bahwa manusia berada dalam suatu medan stimulus, yang secara bebas disebut sebagai suatu lingkungan informasi. Di sekeliling setiap orang terdapat arus stimuli yang hampir tidak terbatas jumlahnya, semuanya dapat diproses melalui organ-organ indra penerima, yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan rasa. Semua stimulus ini bersaing untuk diterima karena banyaknya sehingga jumlahnya melebihi kapasitas manusia untuk menerima dan mengolahnya.
Manusia yang sedang berkomunikasi tidak hanya menerima stimuli akan tetapi ia pun menghasilkan stimuli. Sama sebagaimana halnya dengan konsep sumber atau penerima dalam model mekanistis, dalam model psikologis manusia ditandai sebagai makhluk yang memiliki fungsi ganda menghasilkan dan menerima stimuli, jadi manusia adalah seorang komunikator atau penafsir stimuli informasional.
Ketika si penafsir menyerap stimuli, ia secara otomatis mengolahnya melalui berbagai filter konseptual. Filter ini merupakan keadaan internal dari organisme manusia. Filter tidak dapat diamati secara langsung sebagai keadaan internal, akan tetapi dianggap sangat mempengaruhi peristiwa komunikatif. Filter dapat digambarkan sebagai sikap, keyakinan, motif, dorongan, citra, kognisi, konsep diri, tanggapan, orientasi, set, atau sejumlah konstruk hipotesis lainnya.
Setelah menyaring stimuli komunikatif, komunikator merespons stimuli itu dengan menghasilkan stimuli tambahan, yang kemudian ditambahkan kepada medan stimulus sebagai respons perilaku. Respons itu, juga merupakan seperangkat stimulus informasi yang terstruktur yang dikenal sebagai isyarat dan simbol yang dihasilkan oleh komunikator dan dapat dipengaruhi oleh respons diskriminatif berikutnya oleh penafsir lainnya.
Respons tidak seluruhnya dapat diobservasi secara langsung. Ada bagian-bagian tertentu dari respons itu yang tetap tersembunyi dan karenanya tidak dapat dilihat dalam peristiwa komunikatif.
3.    Interaksional
Sejarah Munculnya Perspektif Interaksional menunjukkan pandangan komunikasi manusia yang telah berkembang secara tidak langsung dari cabang sosiologi yang dikenal sebagai interaksi simbolis. Interaksi simbolis secara relatif merupakan pendatang baru dalam studi komunikasi manusia, dengan asal historisnya hanya bermula dari abad ke-19 yang lalu. Namun pengaruh interaksi simbolis ini bahkan tumbuh lebih belakangan lagi daripada itu.
Fisher (1986) menyebutkan, Goerge Herbet Mead, umumnya dipandang sebagai tokoh utama di kalangan penganut interaksionisme terdahulu. Pernyataan pokok dari interaksional aliran Mead: Mind, Self, and Society (1934), merupakan salah satu dari keempat buku yang mencantumkan nama sebagai pengarang, yang diterbitkan sebagai penghormatan setelah ia wafat oleh bekas para mahasiswanya. Keempat buku tersebut terdiri dari suntingan, kumpulan, catatan perkuliahan Mead, berkas–berkas lama, karangan–karangan singkat yang tidak diterbitkan, dan lain–lainnya yang dapat dikumpulkan oleh mereka.
Sejaman dengan Mead, banyak pula penganut paham interaksionisme simbolis, seperti Charles H. Cooley, William I. Thomas, William James, John Dewey, James M. Baldwin, dan Elsworth Fairs. Namun demikian hanya Mead yang meninggalkan filosofis yang sifatnya relatif komprehensif dan sistematis. Oleh karena itulah, Mead yang dipandang sebagai orang pertama yang menjelaskan doktrin filsafat intraksionisme simbolik.
Karakteristik Interaksionisme dalam perspektif Interaksional terdikri dari:
1.      Hakikat “Diri”. Persperktif interaksional menonjolkan keagungan dan nilai individu diatas nilai segala pengaruh yang lainnya. Manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat, dan buah pikiran. Tiap bentuk interaksi sosial itu dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia. Inilah karakteristik utama dari seluruh perspektif ini. Dalam setiap diri individu, perwujudan “diri” mununjukkan eksistensi “saya” (“I”) dan “aku” (“me”).
2.      Hakikat Lambang. Mead menggambarkan bahwa arti lambang sepenuhnya tergantung pada kemampuan individu dalam menempatkan dirinya dalam peranan “orang lain” itu umumnya warga masyarakat yang lebih luas dan bertanya pada dirinya sendiri bagaimana kiranya “orang lain” akan memberikan respon seandainya ia berada pada situasi yang sama (fenomena ini dinamakan “pengambilan peran”). 
3.      Hakikat Tindakan Manusia. Perspektif interaksional memungkinkan individu untuk melihat dirinya sendiri sebagaimana orang-orang lain melihat padanya. Supaya menjadi objek penafsiran diri, maka diri (the self) harus meninggalkan dirinya (self) untuk melakukan penafsiran itu; yakni, individu mengasumsikan proses penafsiran orang lain itu (disebut sudut pandang) agar dapat menentukan aku (the self) tadi. Jadi, si individu tersebut mengambil peran orang lain “Orang lain” tertentu di luar dirinya dan terlihat dalam penafsiran persis seperti apa yang akan ia lakukan terhadap setiap objek lain, baik objek fisik maupun sosial. 
4.      Hakikat Tindakan Sosial. Ciri yang penting dari tindakan sosial adalah penjelasan mengapa tindakan kolektif itu terbentuk. Tindakan secara kolektif bukanlah produk dari kekuatan ataupun pengaruh lingkungan akan tetapi secara langsung disebabkan individu-individu menyelaraskan atau “mencocokkan” tindakan mereka dengan tindakan individu orang lain. 

5.    Perspektif Pragmatis
Perspektif Pragmatis merupakan yang terbaru dari empat perspektif yang ada dalam komunikasi. Hampir seluruh perkembangannya bermula dari penerbitan buku Pragmatic of Human Communication tahun 1967 oleh Watzlawick, Beavin dan Jackson. Perspektif pragmatis tentang komunikasi manusia didasarkan pada asumsi pokok teori sistem dan teori informasi. Perspektif ini merupakan aplikasi yang sesuai dari teori sistem pada komunikasi manusia dan jelas merupakan perkembangan baru yang berbeda untuk penelitian komunikasi manusia.
Prinsip-Prinsip Pragmatika Sekalipun istilah pragmatika berasal dari studi semiotics, namun perspektif pragmatis tidak memiliki hubungan dengan semiotics untuk prinsip-prinsip teoritis/filosofisnya. Prinsip-prinsipnya secara langsung lebih banyak berasal dari teori sistem umum (general system theory), campuran, multidisipliner dari asumsi, konsep dan prinsip-prinsip yang berusaha menyediakan kerangka umum bagi studi berbagai jenis fenomena-fisika, biologi dan sosial





Tinjauan Teoritis dan Filosofis Ilmu Komunikasi


Kronologi perkembangan ilmu komunikasi dimulai saat Johann Guternberg menciptakan mesin cetak pada tahun 1455 , kemudian terus berkembang dengan diciptakannya koran , telepon , telegram, dan alat penunjang proses komunikasi lainnya . Bahkan teknmologi tercanggih saat ini adalah berupa internet dimana kita bisa mengakses berbagai informasi yang jangkauannya bahkan dapat sampai seluruh dunia.
Sebuah ilmu komunikasi dikatakan berkembang adalah ketika ilmu tersebut mulai dirasakan masyarakat demi kepentingan publik.
Dalam ilmu komunikasi terdapat dua aliran :
-     Aliran krisis
Aliran krisis merupakan aliran yang lebih mengedepankan unsur-unsur filosofis dan teori-teori komunikasi.
-     Aliran empiris
Aliran ini lebih berfokus pada pandangan mikro tentang media, atas pemikiran bahwa media massa dapat membenahi persoalan-persoalan sosial untuk suatu perubahan sosial.

Pemahaman yang perlu di dalam melihat perkembangan ilmu komunikasi :
-    pertumbuhan ilmu komunikasi sama sekali tidak bisa lepas dari pengaruh pemikiran tokoh-tokoh di luar ilmu komunikasi.
-   pengaruh pemikiran yang merambah ke ilmu-ilmu sosial dan politik kemudian menjangkau ke ilmu komunikasi menjadikan ilmu komunikasi mau tidak mau harus bersifat multi disipline.

Filosofis ilmu komunikasi menurut Fisher (1986:17) adalah ilmu yang mencakup segala aspek dan bersifat eklektif yang digambarkan oleh Wilbur Schramm (1963:2) sabagai jalan simpang yang ramai , semua disiplin ilmu melintasinya . Sedangkan Berger and Chaffe (1983:17) menerangkan bahwa ilmu komunikasi adalah mencari untuk memahami mengenai produksi , pemrosesan , dan efek dari simbol serta sistem signal, dengan pengembangkan pengujian teori-teori menurut hukum generalisasi guna menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya .

Sebuah teori komunikasi harus memiliki empat elemen dasar :
1.                  Philosophical Assumptions ( asumsi filosofis)
Asumsi filosofis diperlukan untuk mengetahui makna dari setiap kata yang dikaji dalam ilmu komunikasi.

2.                  Concepts (konsep)
Konsep merupakan pengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan.
3.  Explanations (penjelasan)
Dalam mempelajari suatu ilmu pasti memerlukan penjelasan yang konkrit disertai dengan bukti-bukti yang nyata agar ilmu tersebut tidak diragukan lagi kebenarannya.
4.                                  Principles (prinsip)
Merupakan suatu prinsip yang dipegang oleh ilmu komunikasi itu sendiri , prinsip ini digunakan untuk pedoman dalam mencari referensi untuk menjadikan ilmu komunikasi lebih berbobot.

Menurut Rosengreen (1983), setidaknya ada tiga paradigma besar yang melatarbelakangi perkembangan teori dan penelitian studi komunikasi,  antara lain :
1.                  Paradigma klasik—yang menyangkut positivisme dan post-positifisme
Paradigma klasik percaya bahwa realitas yang ada di lingkungan sekitar sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa. Perspektif positivisme dapat diartikan sebagai penyamarataan suatu ilmu  dengan ilmu-ilmu lainnya. Sedangkan post-positifisme merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan kebenaran-kebenaran positivisme.


2.                  Paradigma kritis
Paradigma kritis dalam menangkap suatu hal tidak hanya mau menjelaskan,melainkan juga akan mempertimbangkan, merefleksikan, menata realitas sosial dan berfikir kritis berdasarkan teori-teori yang telah ada.
3.         Paradigma konstruktifis.
Paradigma konsruktifis adalah penjelasan paling sesuai untuk menghuraikan fenomena yang diperhatikan.


Perbedaan ketiga paradigma tersebut setidaknya mencakup empat dimensi yaitu (Dedy N. Hidayat, Ph.D dalam Jurnal ISKI. April 1999. hal 35):
1.         Epistemologi yang antara lain menyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai obyek yang diteliti.
2.         Ontologis yang antara lain berkaitan dengan asumsi mengenai obyek dan realitas sosial yang diteliti.
3.         Metodologis yang berisi asumsi-asumsi mengenai cara memperoleh pengetahuan mengenai suatu obyek penelitian.
4.         Aksiologis yang berkaitan dengan posisi value judgments, etika dan pilihan moral peneliti dalam suatu penelitian.


Share on Google Plus

About Hamzah Hayatulloh

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts

Pages